google-site-verification: googlec5777bca784da383.html Gambar Partikel Tuhan | editan blog

Partikel Tuhan
Peter Higgs, seorang fisikawan muda, tengah termangu menatap hujan. Pada 1964 itu, usia Higgs 35 tahun. Sebetulnya dia berencana berkemah di Western Highland, Skotlandia. Tapi hujan membatalkan rencananya. Higgs pun menyelesaikan pekerjaan rumah: mengolah teori tentang asal-usul alam semesta.

"Ternyata hujan itu penuh berkah," kata kolega Higgs, Alan Walker. Karena hujan, teori mengenai partikel yang menjelaskan asal-usul massa dalam setiap benda berpijar di kepala Higgs. "Oh, sialan, aku tahu bagaimana melakukannya," kata Walker, mengutip teriakan Higgs waktu itu.

Sahabat pena Albert Einstein itu pun menamai teorinya: partikel Higgs boson (partikel Higgs). Kemudian pria kelahiran New Castle itu mencoba menerbitkan teorinya di jurnal Physics Letter milik European Organization for Nuclear Research (CERN). Tapi CERN menolaknya. Akhirnya dia mempublikasikan Higgs boson di jurnal Amerika, Physical Review Letter.



Pada 1993, peraih Nobel fisika, Leon Lederman, mengajukan istilah partikel Tuhan untuk partikel Higgs. Hal itu dia tulis dalam bukunya, The God Particle: If the Universe Is the Answer, What Is the Question?. Alasannya, partikel Higgs boson merupakan kunci yang mempelajari materi di jagat raya, tapi begitu sukar dipahami. Seperti susahnya mengerti konsepsi Tuhan pada agama. Semula Lederman ingin memakai istilah "Goddamn Particle", partikel laknat, tapi disunting oleh penerbitnya.

Empat puluh delapan tahun kemudian, ahli fisika Fabiola Ganotti berkata, "Kami melihat bukti jelas keberadaan partikel baru." Pengumuman itu diucapkan Ganotti di fasilitas pemercepat partikel Large Hadron Collider (LHC) milik CERN di Jenewa, Swiss.

"Tingkat keyakinan kami atas keberadaan partikel itu pada 5 sigma alias 99,9999 persen," ujar juru bicara tim ATLAS, salah satu grup pemburu partikel Tuhan di LHC. Dan partikel baru itu konsisten dengan ciri partikel Higgs.